Latest News

Saya Bangga Jadi Santri

12.28.2008 , Posted by Blogger Bata-Bata at 05.44



By : Abdul Qadir

Bukan sebuah apologi jika saya harus mengatakan begitu, memang dulu sebelum melanjutkan pendidikan di pondok maupun ketika ada di pondok label santri serasa tidak nyaman. Bahkan pernah suatu ketika temen saya seaktu pulang dari pondok berpenampilan ala preman, kesel bukan main ketika dia masih dipanggil dengan "cah ke pondok kan?" oleh kernet sebuah angkot.

Pemetaan kaum borjuis dengan kaum abangan atau kaum sarungan oleh Belanda ternyata masih melekat dikalangan kita, sayapun merasakan hal demikian dulu sewakt masih di Pondok, Identitas kesantrian tidak mau diketahui oleh temen-temen luar pondok.

Semenjak saya jadi Mahasiswa dengan peragaulan yang penuh dengan kebebasan baru menyadari betapa beruntungnya saya dulu dimasukkan ke pondok oleh Bapak, betapa mulyanya seorang santri, betepa rindunya saya dengan semangat kelimuan yang tertanam dipondok dulu, betapa ikhlasnya ustadz saya di pondok dulu.

Dunia Kelimuan yang saya rasakan sekarang jauh dari itu semua, temen-temen saya, dosen-dosen dan lingkungan saya. Oleh karenanya basic pengetahuan yang tertanam diPondok dulu begitu sangat berharga sebagai bekal menuju kehidupan dunia kebebasan.

Prestasi akademik sang santri juga tidak jauh kalah dengan hasil didikan nonsantri, meskipun itu dalam bidang sain dan teknologi. Empat Tahun terakhir DEPAG menyeleksi santri berprestasi untuk ditempatkan diberbagai perguruan tinggi di Indonesia, dan prestasi mereka tidak memalukan, di IPB misalnya 3 tahun berturut-turut nilai mahasantri tersebut comlode 4, di UIN Syarif dalam bidang kedokteran juga begitu.

Masyarakat harus belajar berterima kasih kepada Pesantren dalam membangun generasi muslim Negeri Ini, andilnya terutama dalam membangun akhlak pemuda kita sangat besar, meskipun pesantren ataupun pimpinan pondok tidak mengharapkan semua itu. Apresiasi masyarakat dan Pemerintah perlu ditingkatkan bagi kemajuan pendidikan pesantren.

Anggapan bahwa santri tidak bisa apa-apa, tahunya hanya baca kitab to' sudah tidak relevan lagi, kini santri sudah bisa jadi dokter, jadi tentara, jadi dosen, jadi politisi, Mentri pebisnis dan lain sebagainya. meskipun disana-sini masih ada sebagian yang tetep dengan komitmennya.

Currently have 7 komentar:

  1. Yupzzz.... Memang sebuah keniscayaan bagi santri untuk tidak bergelut dengan kitab kuning.... asal tidak ditinggalkan....

  1. @ Mudstir :

    Ya...memang harus ada upaya integralisme khazanah keilmuan yang dibangun di tubuh kita sebagai santri, agar tidak terjebak pada jurang parsialisme yang picik.

    Dan, saya pikir, hal itu bukan sekedar retorika apologetik untuk meyakinkan orang lain bahwa singkong yang kita makan adalah keju, melainkan dengan mengajak semuanya untuk sama-sama berpikir guna mencari solusi permasalahan mengapa yang kita makan adalah singkong.

    Salam.
    Admin

  1. Humaidi AS says:

    Betul bung..memang ada upaya dari DEPAG untuk memberikan kesempatan kepada para santri belajar "sains" dalam pengertian modern. Tapi, masalahnya, khusus santri bata-bata, ada ga yang diterima atau mendapatkan beasiswa tersebut. Jika tidak, itu perlu dipertanyakan, baik santrinya, lembaganya, maupun sistem pendidikan yang diberlakukan di Bata-Bata. atau jangan-jangan, bata-bata tidak mengajarkan itu semua.

  1. Anonim says:

    Menurut hemat saya bukan masalah "meyakinkan" atau "berpikir" (dalam bahasa anda).... Melainkan harus lebih kepada "menawarkan" yang bisa membuat (SEMUA) orang menganggapnya sebagai singkong....

  1. Anonim says:

    Sehingga "singkong" bisa dimakan bersama-sama..... "Singkong"nya jangan dirubah.... tapi diberi sedikit bumbu untuk membuatnya renyah, sehingga semua orang bisa menikmati tanpa keberatan..... (Tidak bisa dijawab pertanyaan yang seperti ini: "Kepalakah yang harus menyesuaikan ukurannya dengan songkok, atau songkokkah yang harus sesuai ukurannya dengan kepala...?")...... Baik "singkong", "songkok", dan "adalah" milik manusia... Wannasu halkaa illaa al-'alimuun...wal-'alimuuna halkaa illa al-'amiluun... wal-'amiluuna halkaa illa al-mukhlishun... wal-mukhlishuna fii khadharin adziim...

    Sho what githu lho.... (kata mas saikoji....)

  1. Anonim says:

    Wahat do you mean?

  1. @ Humaidi ;

    Ya...Untuk santri Bata-bata, orang yang pertama mendapat beasiswa DEPAG adalah Abdul Qadir, penulis artikel di atas. Untuk tahun 2009 ini, ada sedikitnya 17 anak yang ikut tes. Kita doakan saja. semoga lulus semua...Amin.

    @ Mudatsir ;

    Diksi singkong dan keju hanyalah metaforik. Dalam logika marketing, saya sepakat dengan masukan anda.

    Salam...

Leave a Reply

Posting Komentar