Was-Was dan Obatnya
Oleh : Ihsan Maulana
Setiap manusia pasti pernah dilanda kewas-wasan. Jika Anda mengalami was-was dalam melakukan kebaikan, jangan pernah mengurungkan niat baik Anda itu hanya karena dilanda kewas-wasan oleh sebab apapun itu.
Seorang sahabat bertanya pada saya, “Ihsan, saat saya sedang melakukan kebaikan, hati saya seperti dilanda kewas-wasan sehingga kadang saya berpikir saya urungkan saja ibadah yang akan saya kerjakan. Bagaimana menurutmu?” saya menjawab, “ Wahai saudaraku. Janganlah engkau terpengaruh oleh kewas-wasan sehingga menyebabkanmu terjauhkan dari kebaikan!” sahabat tadi kemudian bertanya lagi, “Tapi apakah tidak membatalkan kebaikan atau pahala ibadah yang saya lakukan?” saya kemudian menjawabnya, “ Sahabat, yakinlah! Tidak sesuatu kebaikan apapun yang akan berjalan sia-sia” masih dalam tema yang sama sahabat tadi masih penasaran,” Lalu apa yang harus saya lakukan dengan kewas-wasan yang melanda diri saya?” saya menjawabnya lagi, “Biarkanlah dan jangan pedulikan! Karena was-was akan hilang dengan sendirinya. Yakinlah!”.
Paragraf di atas adalah sekelumit percakapan saya dengan seorang sahabat di kota Surabaya. Was-was, membicarakannya tak kalah samarnya dengan kita berbicara niat, ikhlas, dengki dan hal-hal yang berkenaan dengan hati (qalbu). Ia tak tampak oleh mata karena itu banyak luput dari perhatian kita yang selama ini sering kali mengukur segala sesuatu dari yang tampak oleh panca indera. Lalu was-was itu sendiri apa, dalam al-Qur’an surat al-Nas ayat empat dan lima disebutkan, “dari was-was yang tersembunyi (yang berasal dari) Syetan. Yang membisikkan kewas-wasan dalam hati manusia.” Jadi was-was adalah bisikan dari syaitan yang didengungkan pada hati manusia agar manusia itu berhenti dari tindak kebaikan dan atau agar orang tersebut berbuat kejahatan. bentuk was-was yang paling bisa kita kenali adalah bisikan-bisikan yang tidak kita kehendaki yang merasuk ke dalam hati kita secara tiba-tiba. Biasanya was-was bertujuan untuk memberikan kita keraguan atas kebaikan yang kita kerjakan atau bisikan agar berbuat kejahatan.
Dari itu setiap manusia yang beriman dianjurkan oleh Allah agar meminta perlindungan kepada Tuhan manusia agar dilindungi dirinya dari bisikan (was-was) syaitan. Banyak orang berbuat nekat karena gara-gara was-was ini bahkan orang yang bunuh diri juga berasal dari bisikan kewas-wasan yang diberikan syaitan pada dirinya.
Pernah pada suatu ketika saat saya masih ada di pesantren saat itu saya sedang memegang tasbih dan berdzikir di Musholla dan tiba-tiba banyak orang yang saya kenal berlalu lalang di hadapan saya dan biasanya mereka memperolok orang yang dianggap sok alim, ada bisikan dalam hati saya, “Ah…lebih baik saya berhenti dulu agar tidak dianggap sok alim.” Dan saat itu saya menghentikan dzikir saya dan memilih untuk mengantongi tasbih yang saya pegang.
Sesampai di pondok saya membuka kitab Sullam, di sana saya membaca sebuah kalimat, “Barang siapa yang meninggalkan sesuatu karena manusia maka sesungguhnya ia telah riya’ (ingin dipuja manusia) dan barang siapa yang mengerjakan sesuatu karena manusia maka ia telah terjatuh pada perbuatan syirik.” Sehabis membaca kalimat itu saya tertegun beberapa saat dan kemudian beristigfar akan perbuatan saya yang salah. Ternyata saat kita melakukan kebaikan, walaupun ada orang yang mencaci maki kita atau bahkan memuja-muji kita jangan tinggalkan pekerjaan tersebut dan tetaplah lakukan karena Allah atau karena memang Anda ingin melakukannya.
Dari sana sadar bagaimana seharusnya diri kita menghadapi kewas-wasan yang sering melanda hati umat manusia. Jadi sekali lagi, jika Anda melakukan sebuah kebaikan lalu was-was melanda diri Anda, lanjutkan saja pekerjaan Anda tersebut dan jangan berhenti hanya gara-gara was-was. Jadi just do what we must do! Semoga bermanfaat!.
Langkah Gontai Penjual Keliling
Oleh : Ihsan Maulana
Saat siang tadi saya ke bengkel untuk menyervis sepeda motor, tiba-tiba dari arah utara tempat saya duduk terlihatlah berjalan seorang laki-laki separuh baya, ±35 tahunan. Wajahnya penuh keringat, tampak di dahinya tanda-tanda kelelahan dan bekas sinar matahari. Bajunya yang putih dimasukkan ke dalam celana ingin menampakkan bahwa ia adalah orang yang rapi. Akan tetapi setengah hari dalam kelelahan membuatnya tampak lusuh, bajunya tak lagi rapi, ronanya sudah terlihat tanda rona pahitnya hidup. Saat itu ia tiba-tiba menjabat tangan saya dan memperkenalkan dirinya sebagai penjual songket dan minyat wangi bibit.
Akan tetapi sayang karena saya tidak membutuhkan benda-benda yang ditawarkannya saya pun menolaknya dengan halus dan berusaha memberikan senyuman padanya. Ada raut kecewa di wajahnya, ia pamit untuk meneruskan menjajakan barang dagangannya. Tampak dari kejauhan langkah gontai masih mengiringi setiap gerakan kakinya tanda bahwa ia belum berhasil menjual barang dagangannya.
Ingin rasanya hati membeli barang dagangannya agar bisa memberikan sedikit keceriaan dalam rona wajahnya, akan tetapi saat itu saya berpikir bahwa saya hanya membawa uang 50 ribu. Jika servis sepeda motorku 25 ribu ditambah ganti oli 25 ribu juga. Maka tentu saya tak bisa membayarnya. Terpaksa saya hanya bisa membantunya lewat doa semoga Allah memberikan keberkahan dalam apa yang telah dia usahakan. Bagaimanapun itu jauh lebih baik daripada meminta-minta.
Ada kemulian dan komitmen untuk mendapat rizki yang halal yang terpancar dari raut mukanya. Walau di sisi lain saya melihat bahwa hidup baginya saat itu sangat getir. Tapi sekali lagi saya tegaskan bahwa itu jauh lebih baik daripada meminta-minta.
Menelisik Komitmen Perkawinan Capres-Cawapres
Oleh: Abd. Basid
Terhitung mulali Sabtu (16/5), caprers-cawapres yang akan bertarung pada pilpres, Juli nanti berujumlah tiga calon, pasangan Jusuf Kalla-Wiranto (JK-Win), Susilo Bamabang Yudoyono-Boediono (SBY-Berbudi) dan Megawati-Prabowo (Mega-Pro).
Jusuf Kalla-Wiranto merupakan calon pertama yang mendeklarasikan pada publik, setelah itu tinggal pasangan SBY-Boediono, dan baru Jum’at malam kemarin Megawati-Prabowo, yang sebelumnya sana-sama berambisi ingin mencalonkan sebagai presiden terpaksa berpasangan sebagai capres-cawapres. Maka dari itu, ada yang mengatakan bahwa pasangan Megawati-Prabowo adalah pasangan yang terpksa dikawin paksa, lantaran keduanya sengit tarik-menarik menjadi capres. Mereka bersatu seperti tak punya pilihan lain. Mau tidak mau mereka dikawinkan kalau mau maju pada capres 8 Juli nanti.
Sedangkan pasangan SBY-Boediono yang mendeklarasikan di Gedung Sabuga, Bandung, dianggap pasangan “pengantin” yang tidak direstui, lantaran bersatunya SBY-Boediono tidak murni dapat persetujuan dari partai-partai koalisinya, PAN, PKS, dan PPP. Partai-partai koalisinya rela SBY maju, jika SBY berpasangan dengan cawapres dari pihak partai koalisi—yang telah diajukan masing-masing partai koalisi, sedangkan Boediono sendiri bukan dari pihak partai. Jadi mereka menerima pasangan SBY-Boediono karena terpaksa. Salah satu orang yang menyatakan seperti ini adalah direktur Lemabaga Survei Indonesia (LSN), Umar Bakry.
Sementara perkawinan JK-Wiranto tidak menuai persepsi negatif. Duet mereka dinilai bersatu karena cinta. Pasangan JK-Wiranto satu-satunya pasangan yang dilandasi cinta, dimana keduanya bersatu karena cinta. Karena pasangan mereka (JK-Wiranto) berjalan mulus tanpa tidak ada perselisihan siapa presiden dan wakil presidennya.
Dalam pendeklarasian semua calon mempunyai komitmen masing-masing. Seperti pasangan Megawati-Prabowo, pada pendeklarasiannya, dirumah Megawati, sepakat ingin berjuang dalam mewujudkan ekonomi kerakyatan yang beerlandaskan kelugasan, sesuai dengan cita-cita fonding father, Soekarno, untuk bisa berdiri di kaki sendiri, dan serta berkomitmen terhadap NKRI, pancasila dan keutuhan bangsa.
Terlepas dari semua itu, pasangan yang telah mendeklarasikan untuk maju pada pesta demokrasi, 8 Juni nanti, diharapkan tidak hanya bisa mendeklarasikan diri, melainkan mereka diharapkan bisa mendengarkan aspirasi rakyat, menepati janji-janjinya, dan mamatuhi undang-undang yang ada.
SBY maju mancalonkan capres lagi siap magabdikan dirinya kepada bangsa dan negara, mengatasi krisis, membangun ekonomi, menyejahtekan rakyat, pemerintahan yang bersih, responsif, bebas korupsi dan bertanggung jawab. Komitmen ini beliau sampaikan dalam pidatonya pada waktu deklarasi SBY-Boediono di Bandung, jum’at (15/5) kemarin. Untuk pasangan JK-Wiranto tidak jauh beda dari calon lainnya (SBY-Berbudi dan Mega-Pro). Semua capres-cawapres memprioritaskan perbaikan ekonomi. JK tampil sebagai “capres ekonomi”, Megawati mengajak Prabowo yang melalui iklan-iklannya ingin memberdayakan ekonomi nelayan, dan petani, dan SBY memilih Boediono yang ahli dalam bidang ekonomi.
Meskipun mereka sudah mendeklarasikan dan berkomitmen dengan komitmen yang men-“surga”, mereka harus tetap konsisten dan membuktikan pada rakyat. Jika tidak, maka tidak secara langsung mereka masuk pada jurang galian mereka sendiri. Masyarakat sekarang sudah tidak peduli jargon-jargon atau komitmen-komitmen men-“surga” yang tak terbukti.
Disamping itu, mereka juga diharapkan bisa menerima kekalahan pasca pilpres nanti. Jargon “siap menang dan siap kalah” harus mereka jadikan motto aplikatif. Karena, seperti yang sudah berlalu, dalam pemilihan-pemilihan sebelumnya, di Indonesia terbukti tidak ada yang siap kalah dan siap menang. Adanya cuma siap menang tok. Gugat-menggugat selalu menghiasi pemilihan di Indonesia. Contoh kecilnya saja, di Jawa Timur, pasca pemilihan legislatif (pileg) kemarin sampai sekarang masih menimbulkan gugatan. Sejumlah parpol di Jatim mengajukan gugatan ke MK. Diantaranya HANURA laporan dari DPRD Jatim. PDI-P laporan dari DPRD Kabupaten, diantaranya Kab. Ponorogo. Juga ada PKS laporan dari DPRD Kabupaten, diantaranya dapil 6 Kabupaten Jombang, dapil 1 Kabupaten Banyuangi, dan dapil 1 dan 2 Kabupaten Tulungagung (Surabaya Pagi, 16/5).
Pentingnya Bimbingan Moral Terhadap Anak Didik*
Oleh : Abd. Bashit
Dewasa ini, berita tentang kejadian tindak kriminal (kejahatan), seperti pemerkosaan, mabuk-mabukan, pesta narkoba dan sejenisnya kerap terungkap dan terjadi. Ironisnya hal itu terjadi pada kalangan pelajar dan para pemuda kita. Kalangan yang seharusnya bisa membawa perubahan positif, tapi malah sebaliknya, perubahan negatif yang mereka berikan.
Berita akan perbuatan negatif ini sering terjadi dan kita temukan di media-media, baik cetak maupun elektronik. Seperti pemerkosaan anak di bawah umur oleh empat pemuda, yang terjadi di Desa Kedaung, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, yang masing-masing dilakukan oleh pemuda yang masih berumur 16 (Rozaid Abinuri), 17 (Agung Setyawan), 18 (Afid), dan 16 (Didin) (Surya, 25/4).
Pesta narkoba juga sering mewarnai kehidupan anak muda, seperti yang dilakukan dua pelajar SMK Raden Patah, Kota Mojokerto.
Kedua pelajar tersebut tertangkap basah saat mengkonsumsi narkoba jenis pil double di GOR A. Yani, Kamis (25/4). Setelah diurus oleh pihak kepolisian ternyata mereka melakukan hal itu cuma karena stres akibat mengikuti Ujian Nasional (UN) (Radar Mojokerto, 25/4).
Kasus perktikaian juga terjadi pada pelajar. Jumat (15/5) di Kediri, geng anak SMP berani menghajar temannya sendiri. Lagi-lagi penyebabnya karena hal yang tidak bermoral, karena mabuk.
Tiga bentuk fenomena di atas hanya sebagian contoh kecil saja, dan yang sejenisnya masih banyak terjadi pada masyarakat kita. Dan ironisnya kenapa semua itu terjadi pada kaum pelajar dan pemuda?.
Pelajar dan pemuda yang seharusnya bisa mengamalkan apa yang tertulis di undang-undang (agama dan negara), tapi malah sebaliknya, undang-undang mereka abaikan. Apakah orang tua/guru gagal mendidik dan membimbing mereka?
Penulis kira semua itu terjadi karena beberapa hal, pertama, mereka “miskin” akan pendidikan dan bimbingan moral. Mereka merasa bebas sebebas-bebasnya tanpa melihat dan mempertimbangkan dampak dari apa yang mereka perbuat. Untuk itu, seorang anak didik harus di kasih nasehat untuk tidak selalu mengedepankan hawa napsunya.
Kedua, anak didik terlau manja, dalam artian mereka terlalu di bebaskan oleh orang tua, sehingga mereka tidak ada rasa takut dan sungkan untuk melakukan sesuatu—sampai pada hal-hal yang negatif. Untuk itu, orang tua seharusnya tidak terlalu membebaskan anak didiknya.
Meskipun demikian, bukan berarti seorang anak harus dipenjara, tidak boleh keluar rumah, melainkan dan setidaknya seorang anak dibimbing dan diarahkan agar membiasakan izin setiap mau keluar rumah dan sejenisnya.
Untuk di sekolah misalnya bisa dengan pengefektifan tata tertib yang ada.
Dan disamping itu, di sekolah juga dikurikulumkan pelajaran pendidikan moral, selain pelajaran-pelajaran non moral lainnya, terutama di sekolah-sekolah negeri umum, yang minim pelajaran-pelajaran moral.
Ketiga, lingkungan dan pergaulan. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap terbentuknya kepribadian anak didik (pelajar) dan pemuda adalah faktor lingkungan.
Kalau ia bergaul dengan lingkungan yang baik, maka kepribadiannya akan cenderung baik, dan begitu juga sebaliknya, jika ia bergaul dengan lingkungan yang buruk, maka kepribadiannya akan cenderung buruk. Untuk itu, di sinilah letak pentingnya peran orang tua/guru dalam membimbing dan mengarahkan pada lingkungan yang baik dan positif.
Maka dari itu, bimbingan terhadap anak didik sangat penting untuk mencetak dan menciptakan anak didik yang tunduk pada undang-undang (agama dan negara).
Meskipun demikian, anak didik tidak hanya dibimbing dengan arahan saja, melainkan mereka juga harus dibimbing dengan bentuk peneladanan yang baik. Karena meskipun mereka telah diarahkan pada hal-hal yang positif, namun apabila yang mengarahkan tidak memberi contoh yang baik, maka arahan tersebut akan sia-sia, tidak ada gunanya.
Tidak jarang kita temukan orang tua dan guru tidak memberi contoh yang baik. Kadang orang tua suka mabuk, main judi dan sejenisnya dan seorang guru mencabuli muridnya sendiri.
Jika demikian, maka jangan harap darinya (orang tua/guru) tercetak anak didik yang baik.
Untuk itu, orang tua dan guru diharapkan bisa menanamkan pada dirinya sifat kerasulan, uswah hasanah (contoh yang baik).
Selain pihak anak didik dan orang tua/guru, pihak keamanan juga sangat berpengaruh. Untuk itu, pihak keamanan dituntut tidak hanya bisa menertibkan para pedagang kaki lima di pinggir-pinggir jalan saja, namun mereka juga harus bisa membatasi dan merazia tempat-tempat yang berbau negatif. Seperti, pembatasan penjualan barang-barang terlarang dan mengontrol tempat-tempat yang rawan menjadi pemlesetan para pelajar dan pemuda iseng.
Jika semua unsur di atas sudah normal, maka terciptanya kader dan generasi yang cerah akan terlaksana dengan baik dan cepat. Semoga para pelajar dan pemuda kita ke depan bisa membawa perubahan yang positif. Amin.
* telah dimuat di harian Duta Masyarakat (20/5/9)